Sistem Kliring di Indonesia
Di era tahun 1990-an sempat beredar isu ada satu
bank swasta nasional yang diberitakan mengalami kalah kliring besar. Dan
kondisi panik pun menerpa masyarakat khususnya mereka yang memiliki dana di
bank tersebut. Untunglah ada tulisan di sebuah media massa nasional yang
menegaskan bahwa kalah kliring dalam aktifitas perbankan itu sesuatu yang
biasa. Bisa saja di satu hari sebuah bank mengalami kalah kliring besar, tapi
keesokan harinya justru mengalami kondisi sebaliknya. Kepanikan nasabahpun
mereda. Lalu apa yang dimaksud dengan kalah kliring ?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, arti kliring
adalah pertukaran warkat (bisa berupa cek, giro/bilyet, nota debet/kredit dan
lainnya) atau data keuangan elektronik antar peserta (bank) kliring baik atas
nama peserta (bank) maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya
diselesaikan pada waktu tertentu. Jadi, jika ada peserta (bank) kliring yang mengalami
kalah kliring itu artinya bank tersebut mendapat banyak kewajiban pembayaran ke
sejumlah peserta (bank) kliring lainnya yang tak sebanding dengan hak (tagihan)
pembayaran pada satu hari kerja kliring.
Sistem kliring yang dilaksanakan BI saat ini sudah
dapat berlangsung secara nasional melalui Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI).
Maksudnya, proses kliring baik kliring debet maupun kliring kredit yang
penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Selain itu ada tiga sistem
kliring lain yang lazim dikenal, yakni Sistem manual, Sistem Semi Otomasi, dan
Sistem Otomasi. Kliring manual adalah penyelenggaraan kliring lokal yang dalam
perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilihan warkat dilakukan
secara manual oleh setiap peserta kliring. Perhitungan kliring didasarkan pada
warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Penyelenggara
SKNBI diselenggarakan oleh:
Penyelenggara Kliring Nasional (PKN), yaitu Unit
Kerja di Kantor Pusat Bank Indonesia yang bertugas mengelola dan
menyelenggarakan SKNBI secara nasional.
Penyelenggara Kliring Lokal (PKL), yaitu unit kerja
di Bank Indonesia dan Bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia untuk
mengelola dan menyelenggarakan SKNBI di suatu wilayah kliring tertentu.
Peserta
Setiap Bank dapat menjadi peserta dalam
penyelenggaraan SKNBI di suatu wilayah kliring, kecuali BPR (Bank Perkreditan
Rakyat), Kantor Bank yang akan menjadi peserta wajib menyediakan perangkat
kliring, antara lain meliputi perangkat Terminal Pusat Kliring dan jaringan
komunikasi data baik main maupun back up untuk menjamin kelancaran kepada
nasabah dalam bertransaksi.
Proses Kliring
Proses penyelenggaraan SKNBI terdiri dari 2 (dua)
sub sistem, yaitu :
Kliring Debet
Meliputi kegiatan kliring penyerahan dan kliring
pengembalian, digunakan untuk transfer debet antar Bank yang disertai dengan
penyampaian fisik warkat debet (cek, bilyet giro, nota debet dan lain-lain).
Penyelenggaan kliring debet dilakukan secara lokal
di setiap wilayah kliring oleh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL).
PKL akan melakukan perhitungan kliring debet
berdasarkan Data Keuangan Elektronik (DKE) debet yang dikirim oleh peserta.
Hasil perhitungan kliring debet secara lokal
tersebut selanjutnya dikirim ke Sistem Sentral Kliring (SSK) untuk
diperhitungkan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN).
Kliring Kredit
Digunakan untuk transfer kredit antar bank tanpa
disertai penyampaian fisik warkat (paperless).
Penyelenggaraan kliring kredit dilakukan secara
nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional.
Perhitungan kliring kredit dilakukan oleh
Penyelenggara Kliring Nasional atas dasar Data Keuangan Elektronik kredit yang
dikirim peserta.
Batasan Nominal
Nilai nominal warkat debet tidak dibatasi kecuali
untuk warkat debet yang berupa nota debet, yaitu setinggi-tingginya
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per nota debet. Pembatasan nilai nominal
pada nota debet tidak berlaku apabila nota debet diterbitkan oleh Bank
Indonesia dan ditujukan kepada bank atau nasabah bank.
Khusus untuk transfer kredit, nilai transaksi yang
dapat diproses melalui kliring dibatasi di bawah Rp100.000.000,00 sedangkan
untuk nilai transaksi Rp100.000.000,00 ke atas harus dilakukan melalui Sistem
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS).
Jadwal Kliring
Pengiriman transfer/data keuangan elektronik kredit
pada siklus pertama dilakukan mulai pukul 08.15 WIB s.d. 11.30 WIB sedangkan
pengiriman transfer/data keuangan elektronik kredit pada siklus kedua dilakukan
mulai pukul 12.45 WIB s.d. 15.30 WIB. Untuk kliring debet pengiriman
warkat/data keuangan elektronik debet ditetapkan oleh masing-masing PKL dengan
batas maksimal pengiriman hasil perhitungan kliring lokal ke PKN pada pukul
15.30 WIB.
Jadwal kliring di atas adalah pada level bank,
sedangkan pada level nasabah dilakukan lebih awal sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan masing-masing bank.
Biaya Kliring
Bank wajib mencantumkan biaya kliring, baik biaya
yang dikenakan BI kepada bank maupun biaya yang dikenakan bank kepada nasabah
pada lokasi yang dapat dibaca dengan jelas oleh nasabah/masyarakat.
Besarnya biaya kliring yang dikenakan Bank kepada
nasabah/masyarakat sesuai dengan ketentuan intern masing-masing bank.
sumber : http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Edukasi/Sistem+Pembayaran/edukasisp2.htm
http://nuryazidi.wordpress.com/2008/09/15/sistem-kliring-nasional-bank-indonesia-sknbi/
SISTEM KLIRING DAN PEMINDAHAN DANA ELEKTRONIK DI
INDONESIA
PRINSIP KLIRING
INFORMASI PADA CHECK DAN STRUKTUR KODE MICR
SISTEM KLIRING ELEKTRONIK DI INDONESIA
Pengertian umum kliring adalah pertukaran warkat
atau data keuangan elektronik antar bank baik atas nama Bank maupun nasabah
yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Penyelenggaraan
kliring di Jakarta pada awalnya dilaksanakan secara manual. Namun dalam
perkembangannya, sejalan dengan meningkatnya transaksi perekonomian nasional
khususnya di Jakarta dimana pada akhir tahun 1989 volume warkat telah mencapai
82.052 lembar warkat perhari dengan jumlah bank peserta mencapai 613 bank. Hal
ini menyebabkan penyelenggaraan kliring secara manual dirasakan tidak efektif
dan efisien lagi dan suasana pertemuan kliring yang hiruk pikuk sering kali
diibaratkan dengan suasana “pasar burung”.
Melihat kondisi tersebut, Direksi Bank Indonesia
dengan SKBI No. 21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988, kemudian menetapkan untuk
mengubah sistem penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari sistem manual
menjadi sistem otomasi kliring. Meskipun demikian baru pada tanggal 4 Juni 1990
sistem otomasi dapat diimplementasikan untuk memproses kliring penyerahan.
Sementara untuk proses kliring pengembalian tetap dilakukan secara manual,
sampai kemudian pada tahun 1994 diganti dengan sistem semi otomasi yang
kemudian dikenal dengan sebutan SOKL .
Pada tahun 1996 rata-rata volume warkat kliring
Jakarta mencapai 216.911 lembar per hari, dengan pertumbuhahan rata-rata dalam
tiga tahun sekitar 6%. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan dalam
kegiatan proses warkat kliring baik di bank peserta maupun di Bank Indonesia
karena keterbatasan kemampuan sarana kliring yang ada dibandingkan dengan
peningkatan jumlah warkat kliring. Pada gilirannya hambatan-hambatan tersebut
menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam settlement dan penyediaan informasi
hasil kliring. Hal ini berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap
bank dan merugikan lembaga lain yang terkait serta menimbulkan efek negatif
berantai (systemic risk)
Sehubungan dengan itu, sesuai acuan pokok
pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue Print Sistem Pembayaran Nasional
Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka kebijakan dan
langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem pembayaran
nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada tahun 1996
konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan teknologi image
mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia.
Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam
bidang sistem pembayaran dimana untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan
penggunaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR.
Syahril Sabirin. Penerapan SKE tersebut dilakukan pada Penyelenggaraan Klring
Lokal Jakarta dimana pada awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta
masih terbatas 7 bank peserta kliring (BRI, BDN, BII, BCA, Deutsche Bank,
Standard Chartered, Citibank) dan 2 peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian
Akunting Thamrin dan Bagian Akunting Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank
dalam Kliring Elektronik dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan
teknis masing-masing peserta. Bagi kantorkantor bank yang belum menjadi anggota
Kliring Elektronik, perhitungan kliring tetap menggunakan sistem kliring
otomasi. Implementasi Kliring Elektronik secara menyeluruh kepada seluruh
peserta kliring di Jakarta baru dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2001
A. WARKAT
Warkat merupakan alat pembayaran bukan tunai yang
diperhitungkan melalui kliring. Jenis warkat yang dapat diperhitungkan dalam
kliring adalah :
1.Cek;
2.Bilyet Giro;
3.Wesel Bank Untuk Transfer;
4.Surat Bukti Penerimaan Transfer;
5.Nota Debet; dan
6.Nota Kredit.
B. DOKUMEN KLIRING
Dokumen kliring merupakan dokumen kontrol dan
berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan kliring yang terdiri dari
:
1.Bukti Penyerahan Warkat Debet – Kliring Penyerahan
(BPWD);
2.Bukti Penyerahan Warkat Kredit – Kliring
Penyerahan (BPWK);
3.Kartu Batch Warkat Debet;
4.Kartu Batch warkat Kredit; dan
5.Lembar Subsitusi.
Setiap warkat dan dokumen kliring yang digunakan
wajib memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain
meliputi kualitas kertas, ukuran, dan rancang bangun. Setiap pembuatan dan
pencetakan warkat dan dokumen kliring untuk pertama kali dan atau perubahannya
oleh peserta wajib memperoleh persetujuan secara tertulis dari Bank Indonesia
Dalam Kliring Elektronik, agar data pada warkat dan dokumen kliring dapat
dibaca oleh mesin baca pilah yang ada di Penyelenggara maka warkat dan dokumen
kliring tersebut wajib dicantumkan Magnetic Ink Character Recognition (MICR)
code line. MICR adalah tinta magnetic khusus yang dicantumkan pada clear band
yang merupakan informasi dalam bentuk angka dan simbol.
Dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara elektronik
di Jakarta mencakup dua siklus kegiatan kliring
1.Siklus Kliring Nominal Besar, terdiri dari :
a.Kliring Penyerahan Nominal Besar
b.Kliring Pengembalian Nominal Besar Kedua kegiatan
kliring tersebut dilakukan pada hari yang sama.
2.Siklus Kliring Ritel, terdiri dari :
a.Kliring Penyerahan Ritel
b.Kliring Pengembalian Ritel Kedua kegiatan kliring
tersebut dilakukan pada tanggal yang berbeda yaitu kegiatan kliring pada huruf
b dilsakukan pada hari kerja berikutnya setelah kegiatan kliring pada huruf a
dilaksanakan.
Keterangan :
−Kliring penyerahan bagian pertama dari siklus
kliring guna memperhitungkan warkat yang disampaikan oleh peserta.
−Kliring Pengembalian merupakan bagian kedua dari
suatu siklus kliring guna memperhitungkan warkat debet kliring penyerahan yang
ditolak berdasarkan alasan yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia atau
karena tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan penerbitannya.
Dasar perhitungan dalam Kliring Elektonik adalah
Data Keuangan Elektronik (DKE). Perhitungan hasil kliring tersebut akan
tercermin dalam Bilyet Saldo Kliring yang dapat bersaldo kredit (menang
kliring) atau bersaldo debet (kalah kliring) untuk dibukukan secara efektif
langsung ke rekening giro masing-masing bank di Bank Indonesia tanpa memperhatikan
kecukupan dana yang tersedia (netting settlement).
Apabila jumlah kekalahan kliring melampaui saldo
rekeningnya di Bank Indonesia dan peserta tidak dapat menutupnya sampai dengan
Bank Indonesia menutup sistem akunting, maka bank yang bersangkutan dinyatakan
memiliki Saldo Giro Negatif. Apabila Saldo Giro Negatif tersebut tidak dapat
ditutup sampai dengan pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya, peserta
tersebut akan dikenakan sanksi penghentian sementara dari kliring lokal oleh
Bank Indonesia.
KARAKTERISTIK SKE
Peserta
Berdasarkan jenis kepesertaan, hal ini dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu :
1.Peserta langsung Aktif (PLA), peserta yang
mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke Sistem Pusat Komputer Kliring
Elektronik (SPKE) dan menyampaikan bundel warkat kepada penyelenggara serta
menerima hasil perhitungan kliring dan warkat dari penyelenggara dengan
menggunakan identitas peserta yang bersangkutan
2.Peserta Langsung Pasif (PLP), peserta yang
mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan kewenangan
untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan bundel warkat kepada
penyelenggara melalui dan menggunakan identitas PLA, tetapi dapat menerima
hasil perhitungan kliring dan warkat dari penyelenggara dengan menggunakan
identitas peserta yang bersangkutan
3.Peserta Tidak Langsung (PTL) adalah peserta yang
mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan bundel
warkat kepada penyelenggara melalui dan menggunakan identitas PLA, serta
menerima hasil perhitungan kliring dan warkat dari penyelenggara dengan
menggunakan identitas PLA atau PLP.
Sarana Ske
Peserta PLA wajib menyediakan sarana TPK yang
terdiri dari :
1.Perangkat lunak aplikasi TPK
2.Perangkat lunak operation system
3.Personal Computer (PC)
4.Mesin reader encoder, atau mesin encoder
5.Jaringan Komunikasi Data (JKD) cadangan (dial up)
6.Sarana backup TPK