Pada awal masa kemerdekaan, selain keterbatasan modal, sumberdaya manusia di Indonesia yang memiliki kemampuan dalam pengelolaan sumberdaya mineral masih sangat terbatas. Hal ini dapat dimaklumi karena pada masa penjajahan Belanda, pemerintah jajahan baru menaruh perhatian terhadap pertambangan pada pertengahan abad ke-19. Pada periode ini Belanda mulai menyadari akan kekayaan mineral Indonesia. Dari catatan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sejarah kehidupan pertambangan di Indonesia masih relatif muda. Karena itu dunia pertambangan bagi bangsa Indonesia merupakan hal baru dan bangsa kita belum mempunyai tradisi kuat dalam kegiatan ini.
Bahkan hingga saat ini diperkirakan kurang dari 1% penduduk Indonesia yang bergerak dalam bidang pertambangan. Itu pun sudah termasuk penambangan yang amat sederhana yang mungkin dapat dikategorikan sebagai kegiatan gali – menggali. Dari jumlah itu lebih dari 75% pendidikannya hanyalah sekolah dasar atau bahkan lebih rendah. Riwayat profesi pertambangan praktis kurang dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Dalam manajemen sumberdaya mineral, sumberdaya manusia yang diperlukan dapat digolongkan dalam empat bidang, yaitu pengaturan, industri, penelitian-pengembangan, dan internasional. Bidang pengaturan dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bentuk organisasi Departemen, Kantor Wilayah, dan Dinas. Bidang industri dilaksanakan oleh pelaku industri pertambangan, baik BUMN, swasta, koperasi maupun perorangan. Pada kedua bidang ini diperlukan hampir semua jenis dan tingkat keahlian. Dalam industri minyak dan gas bumi saja setidaknya diperlukan 20 jenis keahlian. Pada bidang penelitian dan pengembangan, tingkat keahlian yang diperlukan sangat tinggi. Di sini diperlukan para peneliti, pengajar, dan perekayasa. Teknologi yang berkembang di luar negeri perlu pula diikuti, diamati, dimodifikasi, dan dimanfaatkan serta diselaraskan dengan kemampuan sumberdaya manusia kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar